Resensi Tentang OLIGARKI - Manuskrip University
Headlines News :

Misteri

National
Home » » Resensi Tentang OLIGARKI

Resensi Tentang OLIGARKI

Written By Unknown on Kamis, 12 April 2012 | 08.44

Oleh : Abdurrohim Al Ayubi


Dalam buku OLIGARCHY, Winters melakukan studi tentang oligarki dan elit dengan berpijak pada kasus-kasus historis dan kontemporer. Konsep yang dibangunnya berbasis pada kasus-kasus nyata yang dialami oleh negara-negara di dunia mulai dari Athena, Roma, Eropa Abad Pertengahan, Amerika hingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Tampaknya ia membangun kerangka analisisnya dengan cara berfikir induktif, yakni menemukan kasus-kasus nyata yang ada dalam kenyataan, kemudian mengkonseptualisasikannya dengan membuat kategorisasi.
Hasil dari kategorisasi yang dibangunnya kemudian menghasilkan 4 jenis oligarki, yakni warring oligarchies, ruling oligarchies, sultanistic oligarchies dan civil oligarchies. Pertama, warring oligarchiesruling oligarchies yang di dalamnya para oligarkis mampu menggunakan pengaruhnya untuk melakukan pemaksaan terhadap pemilik otoritas resmi demi keuntungan kaum oligarkis, yaitu mempertahankan dan mengakumulasi kekayaan. Contoh negara-negara yang pernah mengalami fase jenis oligarki ini adalah Athena, Roma dan Italia. Ketiga, sultanistic oligarchiescivil oligarchies, yaitu kebersamaan kaum oligarkis yang saling berbagi dengan sesamanya tanpa ada monopoli oleh satu pihak.
Dalam bentuk ini dimungkinkan tunduknya kaum oligarkis kepada satu sistem hukum yang mengatur mereka. Contoh negara-negara yang pernah mengalami fase jenis oligarki ini adalah Amerika Serikat dan Singapura. Dari 4 jenis oligarki yang ada, menurutnya civil oligarchies adalah bentuk oligarki yang terbaik karena kekuasaan terdistribusi secara merata dan cara mengelolanya berbarengan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap hukum yang berlaku. Ina dalah bentuk oligarki yang sangat ekstrim dan penuh konflik sesama kaum oligarkis. Persekutuan sesama oligarkis dalam bentuk ini tidak stabil.
Kompetisi berlangsung penuh dengan kekerasan dan terus-menerus karena fragmentasi yang tajam. Contoh negara-negara yang pernah mengalami fase jenis oligarki ini adalah negara-negara Eropa pada abad pertengahan. Kedua, dengan ciri utama adanya seorang oligarkis yang sangat dominan mengatur banyak aspek selayaknya seorang raja. Contoh negara-negara yang pernah mengalami fase jenis oligarki ini adalah Indonesia pada masa Soeharto dan Filipina pada masa Marcos. Yang menarik dari kerangka analisisnya adalah ia mencoba memberikan perspektif yang berbeda dari para pengamat barat yang lain, seperti Robison, Emerson dan Liddle.
Mayoritas pengamat yang ada selama ini lebih cenderung melihat fenomena politik Indonesia dengan menggunakan developmental-capitalist paradigm. Misalnya Emerson yang berpandangan bahwa terciptanya rezim Orde baru yang stabil dan terinstitusionalisasi adalah dikarenakan persebaran kapitalisme, pasar dan meningkatnya kompleks ekonomi yang terintegrasi dengan Western patnership. Sementara Liddle berpendapat bahwa kesuksesan Orde Baru adalah karena kepandaian pribadi Soeharto dalam manajemen politiknya.
Namun, dalam hal ini Winters justru berpendapat bahwa kesuksesan oligarki sultanistik ala Soeharto adalah dikarenakan kemampuannya dalam menghalangi pembangunan institusional dan menelikung proses tersebut untuk menyelaraskan tujuan dan aturan pribadinya, yang dilakukan dengan berbagai cara untuk menggenggam kekayaan di tangan pribadinya. Hal tersebut kadang-kadang dilakukannya bersama dengan capitalist entrepreneurs maupun aktor-aktor lain yang memiliki akumulasi kekayaan. Akhir dari argumen yang dibangunnya adalah bahwa oligarki sultanistik zaman Orde Baru berhasil mencapai kesuksesan gemilangnya lebih dengan cara pengerukan sumber daya alam (wealth extraction) daripada dengan penciptaan kakayaan (wealth creation) (hlm. 139-140).
Satu hal yang menarik adalah, meskipun Winters mengkritisi perspektif para pengamat barat lainnya yang menurutnya lebih memakai paradigma developmental-capitalist, ia tidak berbeda pendapat tentang adanya kekuatan kapitalisme global yang eksis di zaman Orde Baru. Namun, menurutnya integrasi kedalam kapitalisme dan pasar global tersebut lebih banyak menguntungkan aktor-aktor dan firma-firma asing daripada mendukung kemunculan oligarki Indonesia. Ia menyebutkan contoh bahwa Pertamina pada waktu itu lebih banyak memberikan keuntungan kepada firma-firma asing daripada memberikan manfaat untuk oligarki domestik. (hlm. 142).
Agaknya konsep oligarki yang dimaksud Winters disini adalah kekuasaan sebagian orang yang menjadikan kekayaan (wealth) sebagai tujuan utamanya, bahkan mungkin menjadi pra-syarat utama munculnya kaum oligarki. Jika tidak ada kekayaan, maka tidak akan ada oligarki. Hal ini tercermin dari pemikirannya dalam mendefinisikan oligarki sebagai “the politics of wealth defense by materially endowed actors” (hlm. 7) dan mengatakan bahwa kaum oligarkis sebagai “actors who command and control massive consentration of material resources that can be deployed to defend or enhance their personal wealth and exclusive social position”. (hlm. 6).
Akan tetapi, ia tidak serta merta menyamakan kaum oligarkis dengan kaum kapitalis, pemilik bisnis atau CEO perusahaan. Perbedaan antara kapitalis dengan oligarkis adalah pada cara penguasaan sumber daya material oleh aktor-aktornya. Jika kapitalis menguasainya dengan cara ekonomi (economically), maka oligarkis menguasainya secara politik (politically). (hlm. 8).Menurut Winters, Indonesia di masa Orde Baru lebih tepat disebut sebagai criminal democracy dimana kaum oligarkis berpartisipasi secara permanen dalam proses-proses pemilihan sebagai instrument pembagian kekuasaan politik dengan menggunakan intimidasi dan rayuan kekuasaan demi memperoleh legal system.
Disana peran Soeharto hanyalah menciptakan powerful stratum of oligarchs yang berdiri secara independen dari dirinya, sehingga oligarki tersebut akan tetap eksis meskipun peran eksistensialnya pudar ataupun berakhir.Pasca kejatuhan Soeharto pada 1998, Winters menyebutkan dualisme efek yang menyertainya. Disatu sisi ia menghasilkan transisi menuju demokrasi tapi diwaktu yang sama ia juga menyebabkan transisi menuju ruling oligarchy yang belum jinak (an untamed ruling oligarchy), sehingga proses demokrasi yang ada pasca Orde Baru masih tetap diwarnai oleh peran kaum oligarkis yang saling bekerjasama dan berkompetisi.
Beberapa kritik terhadap pemikiran Winters dalam buku ini yang mungkin perlu dikaji lebih jauh adalah tentang:
1.      Kategorisasi oligarki yang dibuatnya memang cukup menarik untuk melihat sebuah fenomena general. Namun, cara berfikir strukturalis terkadang bersifat reduksionistik (menyederhanakan persoalan) dan hanya melihat narasi besar (grand narration) yang tampak sebagai sebuah fakta sosial-politik. Ia terkadang kurang cermat melihat realitas lain yang tersembunyi dibalik fakta. Hal ini tampak dari cara analisis Winters yang cenderung menampilkan fakta-fakta mainstream.
2.      Ia cenderung terlalu mengasumsikan entitas kekayaan (wealth) sebagai sebuah tujuan utama dari eksistensi kaum oligarkis di sebuah negara. Padahal, sebetulnya eksistensi oligarki dimanapun bisa disebabkan oleh dimensi-dimensi yang tidak tunggal. Dan analisis sosial-politiknya kurang menyentuh aspek budaya (cultural studies) sehingga latar belakang budaya dan cara berfikir kaum oligarkis yang dikajinya tidak banyak terungkap.
3.      Ia sama sekali tidak menyinggung masalah kelas sosial dalam analisis politiknya. Padahal analisis kelas merupakan salah satu aspek terpenting dalam studi ekonomi-politik.



Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Manuskrip University - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger