Pemeliharaan Al-Qur'an Bagian 1 - Manuskrip University
Headlines News :

Misteri

National
Home » » Pemeliharaan Al-Qur'an Bagian 1

Pemeliharaan Al-Qur'an Bagian 1

Written By Unknown on Minggu, 15 April 2012 | 09.05


oleh : Ardi Kurniawan



SOAL
  1. Mengapa pemeliharaan Al-Qur’an tidak sepenuhnya di tangan Allah ? Mengapa manusia dilibatkan, diminta bertanggung jawab dan diminta memberikan kontribusi ?
  2. Apa saja tugas pokok dan fungsi manusia dalam memelihara Al-Qur’an ?
  3. Bagaimana Manhaj Rasulullah SAW dalam memelihara Al-Qur’an ?
  4. Sebutkan faktor-faktor yang mendukung munculnya gerakan dan budaya menghafal Al-Qur’an di zaman modern !
  5. Apa saja hikmah Al-Qur’an pada masa Nabi SAW dipelihara dengan hafalan dan catatan ?
  6. Uraikan perdebatan Umar bin Khattab dengan Khalifah Abu Bakar Shiddiq tentang kodifikasi Al-Qur’an !
  7. Bagaimana Abu Bakar Shiddiq menetapkan metodologi Tadwin Al-Qur’an ?
  8. Bagaimana pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Khalifah Usman bin Affan ?

JAWABAN
  1. Karena dalam pemeliharaan Al-Qur’an, dilakukan dengan cara sharing antara Allah SWT dengan manusia, sehingga adanya keterlibatan manusia dalam menjaga dan memelihara Al-Qur’an, serta ada responsibility dari manusia itu sendiri sehingga adanya kontribusi serta tanggung jawab manusia menjaga keutuhan dan keabsahan Al-Qur’an sehingga tidak akan menimbulkan perubahan. Itu semata-mata agar Al-Qur’an tetap terjaga kemurniannya, dan ini pun merupakan Inayat Allah SWT untuk menjaga Al-Qur’an.
Jika kita tidak bertanggung jawab, mungkin Al-Qur’an akan hilang atau yang lebih sangat dikhawatirkan isi kandungan Al-Qur’an akan dirubah, dimodifikasi. Ini seperti kitab terdahulu, ada yang hilang dari muka bumi, dan ada yang dirubah isi kandungannya. Apabila semua sudah dilakukan maka adanya Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) manusia dalam memelihara keutuhan, keabsahan, dan keaslian Al-Qur’an. Dengan kita menjaga, memelihara Al-Qur’an dengan membacanya, menghafalnya, dan menyebarkannya itu merupakan hal yang sangat mulia.

  1. Nabi SAW menganjurkan supaya Al-Qur’an itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkan membacanya dalam shalat. Selain itu setelah semua sudah dilakukan, akan lebih baik jika disebarkan kepada khalayak umum, itu akan menjadi lebih mulia lagi.

  1. Manhaj Rasulullah SAW :
-          Nabi Muhammad SAW menyimak dan mengulang bacaan Malaikat Jibril ketika menurunkan Al-Qur’an.
-          Allah SWT mengumpulkan Al-Qur’an pada Shard Rasulullah SAW, dan menjelaskan maknanya secara komprehensif.
-          Nabi SAW mengikuti Muraja’ah Tilawatil Al-Qur’an yang dilakukan Malaikat Jibril pada setiap bulan Ramadhan.
-          Rasulullah SAW menyampaikan Al-Qur’an kepada umat, menjawab pertanyaan, kemudian mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan bersama para sahabat Muhajirin dan Anshar.
-          Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada para sahabat untuk menghafal dan mencatat Al-Qur’an secara seksama sehingga melahirkan budaya dan gerakan menghafal Al-Qur’an.
-          Nabi SAW memerintahkan kepada para Huffazh untuk menghapal Al-Qur’an dan mencatat kepada para sahabat yang ditunjuk Nabi SAW, seperti Zaid bin Tsabit.

  1. Umat Islam merasa bahwa suatu ibadah yang besar adalah menghafal Al-Qur’an, orang-orang yang hafal Al-Qur’an sangat ditinggikan dan dihormati. Di zaman modern ini biasanya di adakan Musabaqah (perlombaan) membaca Al-Qur’an yang dilakukan baik anak-anak maupun orang dewasa. Dan untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an dibentuk pula panitia untuk memeriksa dan mentasheh Al-Qur’an yang akan dicetak dan yang akan disebarkan.
Faktor dan dorongan lainnya ialah :
-          Membaca Al-Qur’an bernilai ibadah didalam dan diluar shalat.
-          Adanya dorongan yang kuat dari Rasulullah SAW untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an dalam Hadist Nabi SAW.
-          Adanya perintah dari Rasulullah SAW untuk tetap menghafal Al-Qur’an dan memelihara hafalannya dari kemungkinan kelupaan.
-          Adanya keterkaitan menghafal Al-Qur’an antara tugas keagamaan dan keduniawian.
-          Adanya perhatian dari para sahabat dan kaum Muslimin sesudah generasi sahabat untuk menghafal Al-Qur’an , baik dari umara’ maupun umat.
-          Dukungan faktor budaya dan tradisi masyarakat Arab yang memiliki daya hafal yang kuat.
-          Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber perundang-undangan dan pedoman hidup kaum Muslimin.
-          Bahasa Al-Qur’an adalah Bahasa Arab Fushha yang memiliki daya tarik dan pesona keindahan yang luar biasa.
-          Ada kemudahan tempat dan fasilitas untuk menghafal Al-Qur’an seperti Masjid, Kutaib dan Madrasah.

  1. Hikmahnya :
-          Dengan begitu semakin banyak orang yang hafal Al-Qur’an.
-          Dan dengan begitu pula bertambahlah keinginan untuk belajar membaca dan menulis.
-          Adanya unsur tolong menolong dalam pemeliharaan Al-Qur’an yang telah diturunkan seperti :
a.       Hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an.
b.      Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi SAW.
c.       Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.

  1. Pada waktu itu banyak para sahabat yang hafal Al-Qur’an yang gugur dalam peperangan. Oleh karena itu Umar bin Khattab khawatir akan gugurnya para penghafal Al-Qur’an yang masih hidup. Maka ia lalu datang kepada Abu Bakar memusyawaratkan hal ini.
Umar berkata kepada Abu Bakar :
”Dalam peperangan yamamah para sahabat Al-Qur’an telah banyak yang gugur, saya khawatir akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga ayat-ayat Al-Qur’an itu perlu dikumpul”.
Abu Bakar menjawab :
”Mengapa aku melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Rasulullah SAW ?”
Umar menegaskan :
”Demi Allah !! ini adalah perbuatan yang baik.”
Dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan Al-Qur’an ini, sehingga Allah SWT membukakan pintu hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar itu. Kemudian Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya :
“Umar ini mengajakku mengumpulkan Al-Qur’an.”
Lalu diceritakan segala pembicaraannya yang terjadi antara dia dengan Umar. Kemudian Abu Bakar berkata :
”Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas yang kupercayai sepenuhnya. Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Al-Qur’an itu”.
Zaid menjawab :
”Demi Allah !! ini adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku diperintah untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku daripada mengumpulkan Al-Qur’an yang engkau perintahkan itu”.
Dan ia berkata selanjutnya kepada Abu Bakar dan Umar :
Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW ?”
Abu Bakar menjawab :
”Demi Allah !! ini adalah perbuatan yang baik.”
Ia lalu memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an itu, sehingga Allah SWT membukakan pintu hati Zaid. Kemudian ia mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta dan kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur’an.

  1. Pada masa Utsman bin Affan yang mana pada saat itu wilayah Islam jauh lebih luas dibandingkan pada masa Abu Bakar dan Umar. Utsman memdapati perbantahan antara orang Islam di berbagai daerah islam saat itu mereka saling mengklaim bahwa bacaannya lebih baik dan fasih dari golongan atau kaum yang lain. Kepada Utsman agar secepatnya memperbaiki keadaan tersebut dan mengatasi permasalahan tentang perselisihan bacaan Al-Qur’an agar umat Islam jangan berselisih tentang kitab mereka seperti yang terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani.
Sebagaimana Abu Bakar memperkenankan kehendak Umar bin Khattab maka Utsman pun memperkenankan kehendak Hudzaifah. Kemudian Utsman mengirim surat kepada Hafshah binti Umar Istri Rasulullah, untuk meminta Suhuf yang disimpannya dan mengundang sahabat yang lain seperi Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubayyar sebagi penulis wahyu agar mereka menyalin Suhuf ini.
Upaya Utsman dalam mengumpulkan ayat Al-Qur’an bukan disitu saja ia bahkan meminta para kaum Muslimin agar bisa mengumpulkan Al-Qur’an ini dan singkat ceritanya Mushaf Al-Qur’an ini diambil dari bacaan Zaid bin Tsabit karena ia adalah penulis wahyu pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Dari Mushaf inilah kaum Muslimin diseluruh pelosok dunia menyalin Al-Qur’an, dan dari uraian diatas dapat dipahami pada saat Abu Bakar adalah pengumpulan Al-Qur’an menjadi satu Mushaf agar jangan ada ayat yang hilang, sedangkan pada masa Utsman bin Affan adalah ia menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf yang seragam dan bacaannya juga sama.

  1. Tetaplah demikian keadaan Al-Qur’an itu, artinya telah dituliskan dalam suatu naskah yang lengkap, diatas lembaran-lembaran yang serupa, ayat-ayat dalam sesuatu surat tersusun menurut tertib urut yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW. Lembaran-lembaran ini digulung dan diikat dengan benang, disimpan oleh mereka.
Ketika pasukan Syam bersama pasukan Irak berperang membela dakwah agama Islam di Armenia dan Adzerbeidzan, Hudzaifah bin Al-Yaman datang menghadap khalifah Utsman. Hudzaifah mengutarakan kekhawatirannya tentang perbedaan dikalangan Muslimin. Kepada Usman Hudzaifah berkata :
“Ya Amirul Mu’minin, persatukanlah segera umat ini sebelum mereka berselisih mengenai Kitabullah sebagaimana yang terjadi dikalangan Yahudi dan Nasrani”.
Khalifah Utsman kemudian mengirim sepucuk surat Hafshah, berisi permintaan agar Hafshah mengirimkan Mushaf yang disimpannya untuk disalin menjadi beberapa naskah. Maka oleh Khalifah dibentuklah satu panitia, terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Harist bin Hisyam. Tugas panitia ini adalah membukukan Al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan ini Utsman menasihatkan supaya mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an, kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur’an diturunkan menurut dialek mereka.
Maka dikerjakanlah oleh panitia sesuai dengan yang diperintahkan kepada mereka, dan setelah tugas-tugas itu selesai, lembaran-lembaran Al-Qur’an yang dipinjam dikembalikan lagi kepada Hafshah. Al-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al-Mushhaf”, dan oleh panitia ditulis lima buah Mushhaf. Dan lima buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Syiria, Basrah, dan Kuffah, agar ditempat-tempat itu disalin pula dari masing-masing Mushhaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah dinamai dengan “Mushhaf Al-Imam”.
Setelah Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Dari Mushhaf yang ditulis oleh Utsman itulah kaum Muslimin menyalin Al-Qur’an itu. Dengan demikian, maka pembukuan dimasa Utsman itu faedahnya yang terutama ialah menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushhaf yang seragam ejaan tulisannya.
Menyatukan bacaan, kendatipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan Mushhaf-Mushhaf Utsman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan Mushhaf-Mushhaf Utsman tidak dibolehkan lagi. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada Mushhaf-Mushhaf sekarang.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Manuskrip University - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger