Manuskrip University: Seni Budaya
Headlines News :

Misteri

National
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Diberdayakan oleh Blogger.

Latest Post

Tampilkan postingan dengan label Seni Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seni Budaya. Tampilkan semua postingan

Teater Syahid “Tembak” Penonton

Written By Unknown on Rabu, 06 Februari 2013 | 03.50




UIN Jakarta, INSTITUT - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid kembali mengadakan acara mingguan di lapangan parkir Student Center (SC), Kamis (13/12). Acara yang diberi nama Temani Malam Bersama Apresiasi Kesenian (Tembak) mendapat antusias dari beberapa mahasiswa yang hadir.

 Awalnya acara tersebut bernama Panggung Apresiasi Teater Syahid (Pasrah). Namun, karena kegiatan Pasrah penonton terkesan malas-malasan ketika diucapkan Pasrah, nama Pasrah diganti dengan Tembak.

Ditemui di sela-sela acara, Pembimbing Teater Syahid, Akbar Fakhrizal menyampaikan, acara Tembak sebenarnya sama dengan acara Pasrah yang diadakan mingguan, dengan aturan MC menunjuk langsung penonton untuk pentas.

“Mungkin karena namanya pasrah, jadi penonton hanya pasrah dan penampilannya pun kurang maksimal saat di panggung,” katanya, Kamis (13/12).

Akbar menambahkan, kali ini Teater Syahid mengubah namanya menjadi Tembak tanpa merubah konsep sebelumnya.

“Dengan ungkapan Tembak, justru akan memicu penonton, apakah akan membiarkannya tertembak atau justru melawan,” jelasnya.

Acara Tembak memang tidak memiliki tema sebagaimana pertunjukan Pasrah. Sebab, kesenian yang ditampilkan bebas memilih tema apa saja.

“Pada dasarnya, semua orang mempunyai inisiatif, inspirasi, dan ide. Dan acara ini diharapkan penonton mau memberanikan diri untuk maju ke panggung,” ucapnya.

Acara Tembak sengaja tidak menggunakan pengeras suara, Agar aktor tahu kapasitas suaranya sendiri. Sebab,  pementaan-pementasan pada umumnya sering tidak memakai pengeras suara.

Di sisi lain, acara Tembak ingin memperkenalkan calon anggota baru Teater Syahid sebagai uji coba dalam membuat suatu pertunjukan tanpa ada sentuhan sedikit pun dari pengurus atau seniornya.

”Ketika ada campur tangan dari pengurus justru itu yang dianggap tidak bagus. Ini murni mereka (calon anggota baru) yang buat sendiri,” tambah Akbar.

Sebagai calon anggota baru Teater Syahid sekaligus menjadi aktor pada pertunjukan Tembak, Misbahudin mengungkapkan, dirinya sangat bangga saat menunjukkan talenta kepada publik atas hasil kerja kerasnya.

“Sebenarnya ini praktik kita yang pertama dan saya rasa masih banyak kekurangan, karena bagaimanapun juga kita masih dalam tahap pembelajaran. Mohon dimaklumi saja,” ungkap mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

Menurutnya, meski masih menjadi calon anggota, kegiatan ini menjadi tuntutan untuk terus berkreasi terutama dalam bidang teater.

Yahya Hidayat, salah satu penonton mengatakan, dirinya sangat terhibur dengan adanya pementasan Tembak. “Acaranya bagus, variatif, dan tidak membosankan,” ujar mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDKOM). (Abduroohim Al Ayubi)

Membunuh Juru Selamat





Istana yang berdiri kokoh, dihuni oleh Wali. Ia adalah penguasa di negaranya. Di sana ia ditemani tiga professor sebagai penasehat. Mereka Melchior, Jasmine, dan Balthazar. Ia juga memiliki pesuruh bernama Juru Sita. Wali dikenal licik oleh masyarakat, karena ketidakpeduliannya untuk membenahi keadaan krisis, di mana saat itu manusia membutuhkan juru selamat.

Di saat amukan masyarakat membuat keadaan semakin kacau, Wali memberikan wejangan agar masyarakat tenang dalam menghadapi keadaan krisis, Wali memberitahukan Nabi yang ditunggu-tunggu sudah berada di istana dan akan menunjukkan jalan keselamatan.

Tanpa disangka-sangka, Wali kaget melihat dua Nabi kembar muncul. Nabi yang ia kira hanya satu ternyata ada dua. Mereka tidak memiliki perbedaan sedikit pun. Bukan saja fisiknya, biografinya identik pula.
Demi mencari keaslian Nabi, Wali meminta ke tiga professornya untuk memastikan Nabi mana yang asli dan layak dipercaya. Melchior yang melihat dua Nabi kembar pun kaget dan kelimpungan. Buku referensi yang dibawa Balthazar juga tidak dapat membedakan Nabi kembar.

“Kita lihat pemborosan yang keterlaluan dari alam. Tidak adanya planning yang rasional. Selama berabad-abad tidak ada (Nabi), tiba-tiba (muncul) dua sekaligus. Lebih buruk lagi ini terjadi pada saat krisis. Sekarang harapan masyarakat telah terpenuhi, tapi double,” kata Melchior dengan penuh keanehan.

Rakyat yang masih berkumpul di depan istana menunggu kepastian. Sementara tiga profesor itu tidak bisa memutuskan Nabi yang benar. “Jika ada dua Nabi kembar pasti salah satu dari mereka ada yang palsu. Aku punya ide untuk membunuh satu Nabi yang palsu,” ucap wali saat berembuk dengan tiga profesor andalannya.

Sang Wali dengan intrik politik yang licik, memerintahkan kepada Juru Sita membunuh salah satu Nabi. Awalnya, Juru Sita menolak perintah Wali, tapi Wali mengancam akan menjebloskannya ke penjara jika ia tidak mengikuti perintahnya. Juru Sita pun mengambil kapak yang telah disediakan oleh Wali.

Setelah membunuh salah satu Nabi sambil membawa kepalanya, Juru Sita ketagihan untuk membunuh Nabi satunya. Ia pun mulai menyukai pekerjaannya. Akan tetapi, Wali melarangnya karena Nabi satunya tidak berdosa.

Berbagai cara dilakukan Wali untuk menahan keinginan Juru Sita. Namun, Juru Sita tetap gigih dengan keputusannya. Ia menganggap membunuh Nabi merupakan pekerjaan mulia. Tak lama Juru Sita muncul dengan muka ceria sambil menunjukkan kepala Nabi yang satunya kepada Wali.

Wali beserta tiga profesor andalannya menangis melihat kelakuan Juru Sita yang dianggap sudah gila. Keadaan istana menjadi kacau dan Wali mesti mempertanggungjawabkan keadaan ini kepada rakyat yang terus menunggu kepastian.

Rakyat yang bosan menunggu, akhirnya murka dan menerobos istana. Anarki tak bisa terelakkan. Wali dan para profesornya menjadi korban amukan demonstran, kecuali Juru Sita yang selamat dari amukan rakyat. Saat rakyat berhasil memasuki istana, Juru Sita tidak ada di dalamnya.

Begitulah akhir dari pementasan kelompok Teater Amoeba, yang diselenggarakan di Gedung Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (9/6) malam. Pentas bertajuk “Nabi Kembar” ini, merupakan adaptasi naskah Dramawan Polandia, Slawomir Mrozek.

Pemeran Profesor Melchior, Lutfi Aziz mengatakan, lakon ini pernah dimainkan saat Festifal Teater Jakarta (FTJ) 2010 dan menjadi juara favorit. Persiapan teater ini cukup singkat, karena hanya memerlukan waktu lima bulan. Kendala yang dianggapnya paling berat menentukan waktu. “Kita diminta Salihara untuk membawakan naskah ini lagi,” ucapnya.

Taufan Maulana selaku penonton merasa terhibur dan mendapat pengetahuan dari pertunjukkan Teater Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Mercu Buana ini. “Banyak makna dalam tekstur maupun dalam setiap dialognya. Bahkan dalam setiap  blocking pergerakannya mengandung pesan,” ujarnya. (Abdurrohim Al Ayubi)

PUNK: JANGAN ANGGAP KAMI NEGATIF





Ciputat, INSTITUT- Suara desingan kendaraan yang melaju silih berganti ditambah panasnya terik matahari tak menyurutkan aktivitas INSTITUT untuk mencari berita. Siang itu, Selasa (19/6), ada pandangan berbeda ketika melihat sebuah bangunan yang berdiri kokoh tepat di belakang halte Pasar Ciputat. Terlihat jelas tulisan “Banting Tulang”. Saat mendekati bangunan itu, seolah memberikan rasa penasaran untuk mengunjunginya.

Banting Tulang bukanlah tempat membanting-bantingkan tulang,  melainkan sebuah  nama toko baju distro. Toko ini sangat berbeda dengan toko-toko distro pada umumnya, mungkin kalau baru pertama kali berkunjung, ada rasa takut tersendiri. Pasalnya, hampir semua isinya mulai dari dinding, hingga baju-baju yang dijual pun dipenuhi dengan gambar-gambar tengkorak.

Tak disangka, ternyata pemilik toko tersebut adalah Punk Ciputat, sebuah komunitas perkumpulan anak-anak punk yang berkumpul di wilayah Ciputat. Mungkin nama komunitas ini belum banyak terdengar luas di masyarakat karena memang di mata masyarakat anak punk sendiri terkadang dianggap negatif.

Beragam cara yang dilakukan komunitas punk ini untuk tetap bertahan hidup, selain mengamen, mereka juga sering menjual hasil karya seni berupa sablon, jasa pembuatan tato,  pementasan musik, hingga kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial.

 Ditemui di sebuah distro kecil, Sofyan Hadi, yang akrab disapa Djalu, menceritakan tentang berbagai kegiatan sosial yang pernah dilakukan bersama Punk Ciputat berupa khitanan massal, membagikan sembako, dan memberi santunan kepada Panti Jompo. Kegiatan tersebut mereka lakukan di beberapa kota seperti di Jakarta.

Untuk mengadakan kegiatan tersebut, Punk Ciputat mengumpulkan uang dari hasil penjualan tiket acara-acara konser, yang kemudian dikumpulkan dalam sebuah kas, terkadang punk yang sudah tua pun turut membantu.

Saat ini, Punk Ciputat memang tidak memiliki basecamp yang tetap. Punk Ciputat lebih memilih untuk tinggal di Distro Punk yang ada di Pasar Ciputat. Di situlah mereka mencoba bertahan dari dinginnya malam dan panasnya mentari.

Salah satu punk wanita, Adisti Yuda Ningtias, menyampaikan, untuk menjadi anak punk dimulai dari nol. “Kita mencari modal dengan cara mengamen untuk membuka jasa sablon, kita tidak mau selamanya ngamen. Kita juga tidak mau dilihat remeh terus, ingin nunjukin ke publik kalau kita tidak selalu negatif. Gue bisa jadi mereka, tapi mereka nggak bisa jadi gue,” tegas pemudi street punk asal Tanjung Barat yang mempunyai nama panggilan Eren ini. (Abdurrohim Al Ayubi)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Manuskrip University - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger