Manuskrip University: Diary
Headlines News :

Misteri

National
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Diberdayakan oleh Blogger.

Latest Post

Tampilkan postingan dengan label Diary. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Diary. Tampilkan semua postingan

AKU ADALAH JIWA

Written By Unknown on Rabu, 06 Februari 2013 | 07.13


Siapa aku? Entah bagaimana aku menjawab. Jika menjawab namaku Ayub dengan wajah khas Indonesia serta memiliki kulit yang hitam, kiranya aku hanya memberitahu cirri-ciriku saja. Kau bertanya, aku tak akan jawab, percuma kau bertanya karena aku pun mencari tahu siapa diriku.

Sejak aku masih kecil, aku selalu bertanya (bahasa Rahmat; Filsafat) apa itu kursi, apa itu meja, dengan bangga semua makhluk yang berada di lingkunganku menjawab dengan lantang. Telingaku benjut serta bosan di ceramahi tentang meja dan kursi. Begitu pula aku bosan banyaknya kegunaan kursi dan meja.

Tapi, ketika ku pertanyakan siapa diriku, tak ada yang mau menjawab. Ibu dan ayahku selalu berkata aku anak yang baik, selalu mengatakan pula aku anak yang jujur. Tatkala aku mengambil hak orang lain (mencuri) apakah aku bisa dikatakan baik, dan ketika pula aku setiap kali berkata bohong apakah masih pantas aku dikatakan anak yang jujur?

Lantas siapa diriku sebenarnya? Bagiku itu adalah pertanyaan yang tak bisa kujawab. Sulit jika harus menimbang dan menyoal keakuan. Bertingkah laku yang paradoks dengan klaim orang-orang bahwa aku adalah anak yang baik, bahwa aku adalah anak yang jujur.

Agaknya, meski tidak tau siapa aku sebenarnya. Menutup kesalahan dengan bertingkah laku baik dan diam nampaknya itu jalan terbaikku dibanding dengan carmuk dan barkata yang itu adalah sampah.
Rupanya kau masih mau membaca tulisanku ini, baiklah aku akan bercerita lagi demi tulisanku ini. Tidak ada seorang pun yang tau siapa diriku sebenarnya. Bahkan beragam cara aku lakukan usaha untuk mencari tahu siapa diriku.

Ada permintaan dari sang motivator agar mudah untuk mengenali diriku sendiri. banyak hal yang kupersiapkan mulai dari nama yang meski kutulis, umur, hobi, bahkan sampai kejelekanku aku ceritakan dalam lembaran kertas itu. Ratusan kejelekanku yang ditumpahkan kelembaran kertas.

Sebelum ku membakar kertas tertulis ratusan kejelekan yang pernah ku alami itu, timbul pemikiran apakah aku seburuk itu. Masih banyak hal-hal kebaikan yang pernah kulakukan. Sampai orang tuaku menangis melihat kebaikan yang pernah aku lakukan. “tapi jika kau mau mencari tahu kebaikanku mending kita diskusi aja, malu untuk ditulis, hehehe”

Itulah salah satu dari cara yang kupakai untuk mencari siapa aku. Meskipun demikian, cara itu tak dapat merobohkan sebongkah pertanyaan yang telah lama membeku dalam dadaku. Namun, aku selalu berharap untuk dapat mengenali siapa diriku.

Aku di kenal oleh banyak orang dengan sebutan bangkai yang berjalan, Telmi, pemalas dan semua tentang kejelekanku. Anehnya orang yang berkata seperti itu selalu aku pimpin, selalu berada di bawahanku. Aku tak berbicara bohong kanda, Bahkan itu berulang kali.

Lantas siapa diriku. Tuhan tak kupinta lahir kedunia tak kupinta nasib begini, tapi yang kau berikan ku tak mengerti apa maksudmu. Aku mempunyai sejarah yang tak bisa kujawab siapa diriku. “ hehehehe bagus tuh aktingnya”

Mungkin aku bukan orang pilihan kali ya. Aku tahu pencipta bola lampu, aku tahu pencipta mesin uap, dan aku pun banyak tahu yang lainnya. Tetapi mengapa aku tidak tau siapa diriku. Dengan banyak rambut yang menempel di kepalaku, aku pusing menghitungnya.

Mungkin kata yang pantas untuk sebutan diriku adalah kadang-kadang, karena aku kadang-kadang benar, kadang-kadang salah. Banyak hal yang mengkadang-kadang ada dalam jiwaku. Saya pikir ini yang pantas.
Entah dengan cara apalagi aku mencari tahu siapa diriku. Terkadang aku tertawa dengan orang-orang yang sok filsof mencari tahu tentang tuhan. Rasanya tidak asyik jika tidak membahas mengenai tuhan tak berkolor, tuhan yang bisa di foto. Dibenakku selalu berfikir bahwa kau sok filsof sedangkan mencari tahu siapa dirimu pun kau tidak tahu.
Tapi memang begitulah susahnya mencari tahu siapa diriku. Jika ku harus merenungkan hal-hal keakuan bagiku butuh waktu yang lama. Tetapi aku tak bisa membagi waktu itu untuk mengetahui siapa diriku.

Hidupku untuk sekarang adalah di lembaga ke-Institutan. Jika teman-temanku berkata aku adalah pemalas, selalu telat mengumpulkan tugas, tidak suka membaca buku. Rasanya memang pantas aku dikatakan seperti itu.

Sebenarnya aku tidak paham sekali dengan tata cara menulis yang baik. Mungkin itu adalah aku yang sementara. Tapi, tak apalah yang jelas aku jangan sampai di keluarkan dalam lembaga. Memang aku bodoh, memang aku tolol. Tapi aku tak pernah menghiraukan kau berkata seperti itu.

Seperti yang aku bilang tadi, sering kali aku memimpin orang untuk bertindak yang selalu ada hubungan nya dengan permintaan ibu dan bapak. “tersenyumlah dikemudian hari” kata-kata yang selalu saya ingat bersama kedua orang tuaku.

Tapi aku masih tak percaya itu, karena di lembaga justru aku tidak berada diatas melainkan yang terbawah, masih malu untuk mengungkapkan sesuatu hal. Masih sukar untuk menjadi yang teratas, masih banyak yang lebih pintar dan cakap untuk memimpin lembaga.

Aku adalah jiwa mungkin kesimpulan tulisanku dari atas sampai bawah. Maaf kanda jika tulisanku tak pernah meningkat. Tapi suatu saat akan ku gemparkan dunia oleh tulisanku, sekian terima kasih.


(AYUBI)

PAGI HARI DAN SEBUNGKUS ROKOK



Kisah sang Ayub episode 2,,,
Inilah kisah ku untuk hari yang kedua, kembali di bangunkan oleh teman calon mahasiswa STT Legoso yang hendak berangkat melakukan OSPEK. Pukul 06.30 wib seharusnya sudah bangun untuk memberikan contoh kepada adik-adik kelas. Tapi, tak apalah yang penting mereka bangun lebih dulu ketimbang tidak, yang nantinya membuat mereka terlambat untuk melakukan kegiatannya.

Pada waktu itu pun aku langsung bangun tanpa memikirkan apa-apa. Mataku tak sedikitpun untuk menambah tidurku. Aku mengalihkan pandanganku keluar, matahari sudah terbit dari upuk timur. Menandakan bahwa itu sudah seharusnya untuk mandi.

Kiranya aku tak perlu menceritakan kegiatanku didalam kamar mandi, karena itu bukan urusanmu. Memakai baju rapi sekalian untuk berangkat ke kampus, “Ah segar banget hari ini, pagi-pagi udah mandi,” gumamku untuk di tulis di catatan harianku.

Sebelum aku berangkat ke kampus, ku hidupkan laptop untuk menghidupkan musik. Untungnya sebungkus rokok masih ada, sisa semalam waktu makan bareng dengan Yadi & Widodo di warteg depan Aula Insan Cita (AIC). Namun, temanku yang baru bangun tidur menantangku untuk ngerokok bareng. “Ngopi donk kalo berani,” ucap teman ku dengan nada yang sangat lemas.

Akhirnya ku belikan kopi dan empat kerupuk gurih dengan bentuk lingkaran kuning. Belum sempat ku simpan kopi kelantai, teman dari belakang berbondong-bondong ingin merebut kerupuk yang ku pegang. Tak heran jika anak HMB sering rebutan makanan (hahaha), dengan tangan pasrah ku berikan kerupuk itu. Untungnya aku sudah memegang satu kerupuk yang siap untuk masuk kedalam perutku (hehehe).

Rasa eneuk dimulut bekas makan kerupuk, nampaknya akan terasa nikmat merokok. Pagi itu tuhan menganugerahkanku dengan pagi hari dan sebungkus rokok. Waktu itu tak ku sia-siakan pula. Teman ku mengajak diskusi mengenai buku yang ia pinjam, pantang bagiku untuk menolak meski aku harus mencengang mendengarkan teman berbicara dengan baik.

Waktu itu cahaya matahari mulai masuk kedalam kamar dengan jendela yang terbuka. Mungkin waktunya untuk melakukan aktifitas ku. Kalau tidak salah liat pukul 08.45, pergi ke kampus dengan perasaan yang tenang.

Seperti biasa masuk minggu pertama, dosen hanya memberikan kontrak kuliah. Meski sebelumnya terasa malas untuk masuk kelas, bagiku itu pun hal yang penting untuk menunjang hari-hari berikunya, (maksudnya tinggal pemkalah yang maju kali ya,,,).

Mungkin sampai disini saja ceritaku tak akan panjang lebar, karena bagiku esensi yang terbungkus dari di dalam tulisan ini mengenai tuhan yang menganugerahkan ku pagi hari dan sebungkus rokok. 

(ROHIM)

KISAH SANG AYUB DI HARI RABU



To The Point !!!
Terbangun di pagi hari yang di sambut oleh seplastik nasi saat jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Entah ada berapa bungkus nasi saya tidak tahu, “Bangun-bangun sudah siang,” ucap teman di asrama Himpunan Mahasiswa Banten  (HMB), nama yang akrab disapa Bagus.

Mataku masih terasa berat untuk membukanya, begadang yang membuatnya susah untuk di buka. Buku masih berantakkan bekas saya baca tadi malam. Saat terbangun tidak langsung kumur-kumur untuk makan, lantas yang awalnya memerintahkan saya cuci tangan dan berkumur.

Tapi, sasarannya langsung ke lemari untuk membereskan buku yang saya baca tadi malam. Saat itu pula langsung cuci pakaian yang saya kenakan tadi malam, disambung dengan mandi pagi. Sebelumnya menjemur pakaian dulu agar saat menjemur tidak dengan keadaan bersih. Sabun saya ambil dari lemari sambil bernyanyi menuju kamar mandi.

Saat keadaan ku terasa nyaman setelah mandi, akhirnya duduk santai bersama teman di depan TV. Kopi dan rokok menemani hari persantaian kami ber empat. Saat kepulan asap rokok kumainkan tak lama teman perempuan dari lantai atas memanggil-manggil nama saya dengan nada yang keras. “Ayub cepat piket, nanti kakak yang ngepel tapi kamu yang nyapu duluan.”

Terasa berat untuk melakukan kewajiban, karena perkiraanku pasti susah untuk mencari sapu. Namun, di benakku berkata sekalian untuk mengeluarkan kendaraan sekaligus memanaskannya. Akhirnya kaki kulangkahkan ke atas untuk mencari-cari sapu, tapi sapu tak begitu susah kucari, kemudian saya sapu separuh aula, karena teman perempuan yang tadi memanggil langsung turun dan ikut serta membantu.

Setelah selesai mengerjakan tugasku tak lama senior HMB mengatakan bahwa ia ingin meminjam kendaraanku untuk kepentingan HMB. Hatiku berfikir bahwa dia tidak akan Kancolah. Kunci dan STNK kuserahkan dengan santai. Ia pun akhirnya berangkat dengan keadaan motor yang sudah saya periksa awalnya.

Singkat cerita, waktu menunjukkan pukul 14.45. saatnya untuk berangkat kuliah. Semua persiapan telah saya tuntaskan dengan membereskan Laptop setelah saya pakai untuk mengerjakkan separuh tugas senior di LPM. Lemari pun aku periksa dengan detail kebiasaanku sebelum berangkat untuk beraktifitas jauh.

Kelas MD5A dengan no lantai 6.13, itulah kelas ku yang baru dengan teman baru pula. Aku berfikir untuk melanjutkan tugas ku yang tadi pagi sambil menunggu dosen. Tapi, dosen saya Pak Sudirman Tebba berhalangan hadir. Wakil ketua kelas berbicara di depan kelas bahwa dosen hari ini tidak ada.

Akhirnya aku pun langsung pergi ke sekret LPM untuk melanjutkan tugasku yang sampai detik itu belum juga tuntas. Tetapi teman yang ku jumpai di Loby Dakwah meminta untuk mengobrol, kaki ku akhirnya menghentikan perjalanan. Setelah selesai kulanjutkan untuk ke sekret LPM, tak lama akhirnya tiba dengan selamat. (ABDUR)

Jangan sia-siakan Waktu


Untuk ceritaku hari ini memang tidak jauh berbeda dengan hari kemarin. Bagiku bercerita mengenai perkuliahan memang membosankan, jika tidak ada perbedaan sama sekali. Hari ini meski ceritaku sama, aku akan menuliskannya dengan kejadian yang sedikit berbeda. Pada hari kemarin pertemuan dengan teman lama rasanya rinduku yang telah lama menggebu kini tidak begitu terasa.

Pada saat jam tujuh pagi, aku tidak langsung mandi untuk berangkat kuliah. Namun, mengumpulkan dengan sedikit meregangkan otot-ototku agar bisa “bertempur dengan pakaian kotor”. Untungnya masih banyak stock sabun cuci. Setelah aku mengangkat pakaian dari rendaman kemarin, pekerjaanku menjadi lebih mudah. Sebab, sabun yang sekitar 12 jam telah meresap pada seluruh pakaian yang telah aku cuci.

Setelah 30 menitan aku mencuci, aku langsung menjemurnya di tempat jemuran baju samping tempat tinggalku. Aku pun menyelesaikan pekerjaan pertamaku, lantas aku langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang sejak 24 jam tidak disentuh oleh air. Segar rasanya ketika aku memakai baju sambil duduk santai. Rasanya tidak ada pekerjaan yang membuat tenagaku harus terkuras banyak selain mencuci pakaian.

Saat pukul 09.00 wib akhirnya aku berangkat menuju Kampus UIN. Aku memiliki rasa yang memang tidak akan pernah tenang. Apalagi nanti siang aku harus bertemu dengan waktu yang itu tidak dapat mengikuti mata kuliah seperti teman yang lainnya. Tapi apa hendak dikata, padi kutanam tumbuh ilalang. Meski sebelumnya aku berusaha agar dapat belajar setiap waktu bersama temanku, tampaknya harus berpisah untuk memilih kegiatan yang mungkin lebih aku pilih.

Pada saat masuk kelas dosen sedikit terlambat untuk masuk kelas. Untuk selasa pagi, aku belajar di Ruang Teater lantai 6. Di ruangan itu, ada tiga kelas yang mengikuti mata kuliah  pagi tadi. Mungkin untuk ketenangan belajar kita tidak mendapatkannya. Hanya saja, dosennya bisa memanajemen semua mahasiswa yang berada di kelas itu. Maka dari itu, kita tetap bisa mendapatkan ilmu-ilmu yang disampaikan oleh dosen.

Saking mata kuliah itu menyenangkan bagiku, meski sudah lewat 20 puluh menit untuk keluar kami tidak aku tidak pernah menggerutu di belakang. Aku pikir itu sama hal nya dengan kebanyakan teman yang lain. Mungkin hanya beberapa orang saja yang menggerutu untuk cepat memberhentikan mata kuliah itu. Karena memang, aku dan teman-teman kelasku sering dimarahi oleh dosen selanjutnya. Menurut dosenku seharunya ketika waktu lebih harusnya mengacungkan tangan untuk minta memberhentikan mata kuliah itu, karena waktu itu kita akan langsung masuk pada kelas selanjutnya.

Kejadian itu sering kita alami, sebab waktu yang dimiliki oleh kelas pagi itu sangat singkat dibandingkan dengan waktu lainnya. Perkiraan hanya satu jam saja. Namun, setelah mendapatkan saran dari dosen itu kita pernah melakukanya, karena tidak ada yang berani satu pun termasuk aku. Tetapi meski begitu, dosen pun telah membiarkannya semenjak dosen itu pernah marah terakhir kalinya satu bulan kebelakang. Mungkin hanya ini saja ceriku hari ini, tapi mudah-mudahan ada manfaat yang terselubung pada tulisan ini.
Terima kasih!!! 

(ABD)

Semangatilah Aku Untuk Menulis





Aku buka kembali medium untuk menulis. Alangkah beruntungnya aku hidup pada waktu sekarang. Tak bisa dibayangkan ketika harus hidup dengan orang-orang pada waktu yang sulit untuk menuangkan ide-idenya agar menjadi sebuah teks. Meski demikian, mereka tidak memusingkan apa yang telah mereka hadapi. Dengan mudah mereka kucurkan idenya, tanpa mereka takuti apa yang akan terjadi bila teks-teks yang mereka tulis di cemooh atau bahkan dibakar sekalipun.

Tapi apa yang terjadi sekarang, teks-teks yang sebelumnya dianggap sebagai pembawa kejalan yang tidak benar malah dijadikan sebuah referensi. Tentu ini jauh berbeda dengan apa yang aku pikirkan sekarang. Saat ini tak ada yang dapat menghalangiku untuk berhenti menulis. Tak tahu kenapa, fantasiku selalu memberikan gambaran bahwa aku tidak dapat menjadi orang-orang yang hebat. Meski cita-citaku hanya setinggi tanah, namun apa salahnya jika aku meloncat agar menjadi pendekar menulis terbaik dalam sejarah.

Aku tidak membicarakan hari ini, melainkan sejak aku berkecimpung pada dunia penulisan. Sekarang aku heran, kenapa mengerjakan tugas tidak dari pagi tadi atau semalamnya. Padahal, menulis pagi dan malam tentu akan ada “ilham” yang memberikan banyak kata-kata yang bagus untuk ditulis. Serta tanpa menunggu apa yang harus aku lakukan agar dapat ditulis hari ini. Memang, aku tak begitu mahir dalam mendeskripsikan kejadian. Namun, harusnya ada benih motivasi untuk menulis.

Tidak dapat ku pungkiri, meski aku sebelumnya sangat benci untuk menulis, Mau tidak mau harus melakukannya. Sebab, sekarang aku sudah berbaur dengan orang-orang yang rajin menulis. Untungnya setelah jum’atan, aku diberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan tulisanku hari ini. Sedikit demi sedikit aku terapkan kata-kata agar menjadi sebuah kalimat yang baik. Aku selalu memikirkan waktu tadi pagi, padahal aku tidak kuliah. Seandainya waktu lima jam itu aku pakai untuk berpikir, mungkin kata yang aku terapkan bisa “melahirkan” sebuah artikel yang menarik.

Saat tadi pagi, aku melamun sambil menyender di rak buku terpikirkan untuk menulis. Tapi, ketakutan-ketakutan itu tidak dapat menghentikanku dari lamunan. Apa lagi ketika aku melihat seniorku  sedang menulis tugas dari kemarin dua hari yang lalu sampai saat ini belum juga selesai. Rasa ingin menulis itu benar-benar aku aplikasikan setelah jum’atan.

Rasanya cerah, serasa habis mencuci pakaian yang bertumpuk. Dalam proses penulisan tadi, tidak perlu berpikir lama untuk untuk menyusun sebuah kata, rasanya memang mengalir. Namun, hal ini tidak sesering mungkin aku rasakan. Kemarin saja, aku menulisnya sambil presentasi. Sebetulnya itu tidak enak ketika harus menulisnya sambil menjelaskan pembahasan pada makalah. Rasanya pegal ketika harus menahan leher agar tidak terlihat oleh dosen bahwa aku sedang mengerjakan tugas lain.

Rasa semngat ini harus aku bakar terlebih dahulu agar dapat hidup. Aku sangat berharap rasa semangat ini senantiasa muncul seperti halnya yang dimiliki oleh orang-orang sukses sebelumnya. Semangat mereka muncul tanpa stimulus, melainkan senantiasa membara seperti api matahari yang ada hingga saat ini. Selesai!!!


(ABR)

Posisiku Pada Golongan Empirik?


Orang yang bingung akan menghasilkan konsekuensi logis, bahwasannya keputusan yang diambil pun biasanya akan membuat jadi bias. Hal ini sering terjadi ketika harus memilih bagian mana yang lebih penting atau yang akan menghasilkan lebih baik, ketimbang hanya baik saja. Kejadian ini telah dirasakan saat pagi sampai sore tadi. Tentu membuatku setres (berkeringat yang bukan waktunya) sampai bercucuran hingga membasahi baju.

Sekitar jam 8 pagi, ada dua kejadian, yakni sms memerintahkan untuk berangkat ke kampus dan mengangani rendaman pakaian luntur. Hal ini membuat sulit memilih mana yang dianggap lebih penting. Mengenai kampus, teman sekelas meminta untuk cepat meneruskan tugas makalah. Perasaan ini memang tak aku biarkan ketika harus dibenturkan dengan rendaman pakaian yang luntur.

Namun, aku tidak pernah refleks untuk memilih salah satu yang lebih baik. Sulit memang ketika harus merefleksikan ingatan mengenai kebaikan. Tanpa berpikir panjang aku menghiraukan temanku yang mengajak barangkat untuk membuat makalah tadi, dengan membalas sms bahwa aku tidak segera jumpa pagi-pagi. Rendaman pun langsung aku pisahkan antara yang luntur dengan yang tidak. Memang, pakaian luntur hanya celana saja, maka dari itu aku pisahkan di kursi.

Meski hanya satu celana jeans, luntur nya minta ampun membuat pakaian yang lain menjadi biru. Lumayan memakan tenaga yang lebih untuk menyikat pakaian lain dibandingkan mencuci biasanya. Apalagi yang berwarna putih, entah warna merah dihasilkan dari pakaian yang mana. Membuat lunturan itu tidak hanya berwarna biru, melainkan ada yang berwarna merah.

Kesulitan sering terjadi ketika sama-sama memiliki posisi yang penting. Pertanyaan ini tentunya tidak akan ku tanyakan kepada seorang psikolog yang hebat. Aku akan mudah mengambil keputusan ketika hal itu berlawanan. Antara yang baik dan yang buruk, yang hitam dan putih. Tapi, mungkin akan lebih sulit ketika harus memilih antara biru dan hijau.

Itulah mungkin yang disebut percaya diri. Jika orang ‘tinggi’ di asramaku mengatakan, aku tidak bisa berdamai dengan diri sendiri. namun, orang yang sudah agak jauh jaraknya denganku di oraganisasi mengatakan, aku tidak memiliki hasrat. Kedua pernyataan ini tentu selalu membuatku berpikir untuk menimbang mana yang lebih sesuai dengan keadaanku sekarang. Esensi yang terbungkus pada substansi itu tidak jauh berbeda. Dapat berdamai dengan diri sendiri tentu akan menimbulkan hasrat yang tinggi untuk melakukan sesuatu.

Jika aku timbang-timbang mengenai pakaian luntur yang direndam dengan tugas makalah untuk presentasi, mungkin aku mampu menentangnya meski perlu sedikit renungan. Namun, ketika harus dihadapkan dengan problem etika dan moral, ini yang selalu membuatku stres tak berkesudahan. Jika aku melihat realita orang sekitar, hanya sedikit orang yang menganggap hal yang kuanggap sulit ini hanya biasa saja. Namun, tidak bagiku. Maka dari itu, aku mengerti mengenai ketegangan yang dihadapi oleh orang empirik.

Tak ku pungkiri belajar dari pengalaman memang menjadikan kegiatan lebih mudah untuk dijalankan. Tampaknya aku harus mengubah motoku menjadi “Mencari pengalaman dan belajar dari pengalaman”. Semoga apa yang aku rubah mengenai relativitas ini menjadi pengalaman yang berarti. Bukan berarti aku harus melebur dan membuka lembar baru, melainkan ingin merefleksikan dari orang-orang yang bijak di atas . Terima kasih

(RHM)

Fikiran Tenang Jadikan Istirahat Nyaman


Oleh: Abdurrohim Al Ayubi

Setelah beberapa kali aku menulis cerita harianku, memang selalu membosankan bagi pembaca. Meski analisis “liar” ini tidak bisa lansung dapat diterima oleh semua orang, tapi hal ini telah aku rasakan sendiri selaku penulis. Namun, aku percaya pada kiai di pesantrenku. Ia telah mengutip dari pewaris nabi sebelumnya bahwa “Ahli ilmu tidak akan bosan meski harus ‘mendengar’ seribu kali”. Kalimat itu yang membuat hasrat ini untuk menulis cerita harianku walau harus seribu kali. Lagi pula, faedah menulis sangat beragam.

  Kali ini, sepertinya memulai cerita semalam sangat menyenangkan dan memiliki “akar” historis yang jelas. Sebelumnya fikirku, senior akan meningkatkan tugas pada bidang tulisan. Ternyata potret semalam telah memberikan penjelasan mengenai masih banyaknya kata yang tidak cocok untuk diterapkan pada sebuah kalimat. Perkiraannya aku tidak boleh melewati tugas ini jika masih banyak terjadi kesalahan. Akhirnya, aku dan temanku yang sama-sama mendapat tugas menerima pernyataan dari senior tetap harus menulis cerita harianku.

Setiap mengedit tulisan, banyak ilmu-ilmu yang menambah wawasanku dalam penulisan kalimat. Walau pun posisiku tidak sama dengan teman lain  yang cakap menulis berita, aku pun tidak mau kalah sebagai calon anggota Institut yang merasa dapat banyak ilmu dari senior. Dari tugas-tugas ini aku merasa menulis sudah menjadi hal biasa. Meski tidak dapat dipungkiri rasa malas itu sering datang ketika aku harus menulis. Untungnya, aku berusaha menanam rasa senang dan tidak membebankan agar tidak malas untuk menulis.

Bagiku jika kita terlalu banyak fikiran, akan sangat mengganggu waktu istirahat. Rasa itu aku rasakan setiap malam. Sampai mengira tidak pernah merasakan tidur nyenyak tiap malamnya. Merasakan tidur nyenyak selalu terjadi ketika aku berada di ruang sekretariat Institut. Entah apa yang aku fikirkan ketika tidur di tempat lain, padahal aku berusaha untuk bisa tidur dengan cepat diharapkan tidur dengan waktu yang panjang.

Semalam, aku tidak ada niat untuk tidur di sekretariat. Niat awalku ketika berbaring hanya untuk meregangkan otot yang tegang saat menyimak penjelasan senior. saat itu aku sangat pulas, sampai merasa telah 6 jam aku tertidur. Sebetulnya seperti itulah jika aku tidak memikirkan apa pun. Ragaku yang tegang tampaknya harus lemas ketika pikiranku tenang. Jika yang aku dengar dari cerita teman-teman yang lain, kebanyakan mereka tertidur jika datang pada waktu yang renggang.

Meskipun semalam aku tidur sejenak, bangunnya spontan aku tersenyum. Jarang-jarang tersenyum ketika bangun tidur. Setelah bangun tidur aku merasa harus pulang dan memanjakan tubuhku untuk istirahat, fikiranku aku akan tidur pulas malam ini. Di sepanjang jalan aku terhuyung-huyung di tambah aku menyengaja ketika di tempat yang sepi. Rasanya memang enak ketika badan lemas tanpa ada beban fikiran.

Setelah tiba di tempat tinggal, Aku justru tidak mengantuk. Perkiraanku bangun siang membuat aku memaksakan untuk tidur. Akhirnya aku ambil selimut untuk menutupi sekujur tubuh dari serangan nyamuk dan dari dinginnya malam. Tidur pun aku lanjutkan agar tenaga bertambah banyak serta menjadikan kekuatan untuk esok hari. Sekian!!!

(Robi)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Manuskrip University - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger